Teori paradigma
definisi sosial, eksemplar paradigma definisi sosial ini salah satu
aspeknya yang sangat khusus adalah dari karya Max Weber yakni,
mengartikan sosiologi sebagai studi tentang tindakan sosial dan antar
hubungan sosial. Inti tesisnya adalah ”tindakan yang penuh arti” dari
individu. Tindakan sosial yang dimaksud Weber dapat berupa tindakan
yang nyata-nyata diarahkan kepada orang lain. Juga dapat berupa tindakan
”membatin” atau bersifat subyektif yang mungkin terjadi karena
pengaruh positif dari situasi tertentu, atau merupakan tindakan
perulangan dengan sengaja sebagai akibat dari pengaruh situasi yang
serupa, atau berupa persetujuan secara pasif dalam situasi tertentu.
tindakan sosial dan antar hubungan
sosial itu Weber mengemukakan lima ciri pokok yang menjadi sasaran
penelitian sosiologi yaitu :
a. Tindakan manusia, yang menurut aktor mengandung makna yang subyektif. Ini meliputi tindakan nyata.
b. Tindakan nyata dan yang bersifat membatin sepenuhnya dan bersifat subyektif.
c. Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi,
tindakan yang sengaja diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan
secara diam-diam.
d. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu.
e. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang lain itu (Ritzer, 2002 : 38-39).
Atas dasar rasionalitas tindakan sosial, Max Weber membedakan dalam
empat tipe. Dimana semakin rasional tindakan sosial itu semakin mudah
dipahami. Tipe tindakan tersebut adalah:
a. Zwerk rational
Yaitu tindakan sosial murni. Dalam tindakan ini aktor tidak hanya
sekedar menilai cara yang baik untuk mencapai tujuanya tapi juga
menentukan nilai dari tujuan itu sendiri. Tujuan dalam Zwerk Rational
tidak absolute. Ia dapat juga menjadi cara dari tujuan lain berikutnya.
Bila aktor berkelakuan dengan cara yang paling rasional maka mudah
memahami tindakan itu.
b. Wrektrational action
Dalam tindakan tipe ini aktor tidak dapat menilai apakah cara-cara
yang dipilihnya itu merupakan yang paling tepat ataukah lebih cepat
untuk mencapai tujuan yang lain. Ini menunjuk kepada tujuan itu sendiri.
Dalam tindakan ini memang antara tujuan dan cara-cara mencapainya
cenderung menjadi sukar untuk dibedakan. Namun tindakan ini rasional,
karena pilihan terhadap cara-cara kiranya sudah menentukan tujuan yang
diinginkan. Tindakan kedua ini masih rasional meski tidak serasional
yang pertama. Karena itu dapat dipertanggungjawabkan untuk dipahami.
c. Affectual action
Tindakan yang dibuat-buat. Dipengaruhi oleh perasaan emosi dan
kepura-puraan si aktor. Tindakan ini sukar dipahami. Kurang atau tidak
rasional.
d. Traditional action
Tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan dalam mengerjakan sesuatu dimasa lalu saja (Ritzer, 2002:40-41).
Dalam teori aksi yang diterangkan oleh konsepsi Parson tentang kesukarelaan (Voluntarisme). Beberapa asumsi fundamental teori aksi dikemukakan oleh Hinkle adalah sebagai berikut,
1. Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subyek dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai obyek.
2. Sebagai subyek manusia bertindak atau berperilaku untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu. Jadi tindakan manusia bukan tanpa
tujuan.
3. Dalam bertindak manusia menggunankan cara, teknik, prosedur,
metode serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan
tersebut.
4. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tak dapat diubah dengan sendirinya.
5. Manusia memilih, menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan, sedang dan yang telah dilakukannya.
6. Ukuran-ukuran, aturan-aturan atau prinsip-prinsip moral
diharapkan timbul pada saat pengambilan keputusan (Ritzer, 2002: 46).
Talcot Parson sebagai tokoh teori aksi menginginkan pemisahan antara teori aksi dan aliran behaviorisme,
karena menurutnya mempunyai konotasi yang berbeda. Menurut Parson suatu
teori yang menghilangkan sifat-sifat kemanusiaan dan mengabaikan aspek
subjektif tindakan manusia tidak termasuk kedalam teori aksi, sehubungan
dengan itu Parson menyusun skema unit unit dasar tindakan sosial dengan
karakteristik sebagai berikut:
a. Adanya individu sebagai aktor.
b. Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan tersebut.
c. Aktor memiliki alternatif cara,alat serta tehnik untuk mempunyai tujuan.
d. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang dapat membatasi tindakan dalam mencapai tujuan.
e. Aktor dibawah kendali dari nilai nilai,norma-norma dan
berbagai ide abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan menentukan
tujuan serta tindakan alternatif untuk mencapai tujuan (Ritzer,
2002:48-49).
Aktor mengejar tujuan dalam situasi dimana norma norma mengarahkan
dalam memilih alternatif cara dan alat dalam mencapai tujuan.
Norma-norma tersebut tidak dapat menentukan pilihannya terhadap cara
atau alat, tetapi ditentukan oleh kemampuan aktor untuk memilih.
Kemampuan ini oleh Parson disebut voluntarism, yaitu kemampuan
individu melakukan tindakan dalam arti menetapkan cara atau alat dari
sejumlah alternatif yang tersedia dalam rangka mencapai tujuan. Aktor
menurut konsep voluntarism adalah perilaku aktif dan kreatif serta mempunyai kemampuan menilai dan memilih alternatif tindakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar